March 17, 2011

YA RASULULLAH...

Ketika Rasulullah SAW menjelang kewafatannya, Baginda sedang terbaring di tempat tidurnya di dalam rumahnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk ?” tanyanya. Tapi Saidatina Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maaf, ayahku sedang tidak dapat ditemui” kata Saidatina Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahandanya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya kepada Saidatina Fatimah “Siapakah itu wahai anakku ?”. “Tidak tahu ayah, sepertinya aku baru kali ini melihatnya” tutur Saidatina Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah SAW menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah setiap bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut” kata Rasulullah SAW, Saidatina Fatimah pun menahan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, kemudian Rasulullah SAW menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut roh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah ?” Tanya Rasululllah SAW dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata Jibril.

Tapi itu tidak membuat Rasulullah lega, Rasulullah SAW masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini ?” tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak ?”. “Jangan khuatir wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku : ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya” kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan roh Rasulullah SAW ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah SAW bersimbah peluh. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini”.

Mata Saidatina Fatimah terpejam, Saidina Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Tidak sukakah engkau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah SAW pada Malaikat penghantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup melihat kekasih Allah diragut ajal” kata Jibril. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku”.

Badan Rasulullah SAW mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Saidina Ali segera mendekatkan telinganya “Uushiikum bis-shalaati, wa maa malakat aimaanukum - peliharalah solat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu”.

Di luar, tangis para sahabat mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Saidatina Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Saidina Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii! - Umatku, umatku, umatku”.

Dan, berakhirlah hidup manusia yang paling mulia yang memberi cahaya bagi kegelapan, ubat dari seluruh penyakit, penghulu seluruh manusia, rahsia dari segala rahsia, dan makhluk paling sempurna. Rasul yang sangat bimbang akan nasib umatnya daripada dirinya.

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Namun, bagaimanakah cinta kita kepada Rasulullah? Sudahkah kita mengikuti seluruh Sunnahnya?
Marilahh sama sama mengikuti sunnahnya :)

No comments:

Post a Comment